KATA PENGANTAR
Asalammualaikum Wr. Wb.
Puji
dan syukur haturkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan perlindungannya yang
telah memberikan kekuatan lahir maupun batin sehingga penulisan makalah ini
dapat terselesaikan. makalah ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi guru
dalam mengatasi masalah yang timbul dari sekolah atau kelasnya sendiri.
Adapun
penulisan makalah ini berjudul “Mengatasi Siswa Yang Sering Membolos Sekolah”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Makalah ini jauh dari
sempurna, baik dalam penulisan, isi maupun tata bahasanya.
Akhirnya
penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
memperlancar penyusunan makalah ini. Dan hanya Allah jualah yang dapat membalas
kebaikan kita semua.
Naringgul, Juni 2012
Penulis
SUPIANTO
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………...
|
i
|
||
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..
|
ii
|
||
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….
|
1
|
||
1.1
|
Latar Belakang Masalah
…………………………………………
|
1
|
|
1.2
|
Rumusan Masalah ………………………………………………..
|
2
|
|
1.3
|
Tujuan Penulisan …………………………………………………
|
2
|
|
1.4
|
Manfaat penulisan ………………………………………………..
|
3
|
|
BAB II PEMBAHASAN
…………………………………………………..
|
4
|
||
2.1
|
Pengertian Membolos ……………………………………………
|
8
|
|
2.2
|
Faktor-faktor Penyebab Siswa Membolos
……………………….
|
8
|
|
2.3
|
Akibat yang Ditimbulkan Oleh Siswa
yang membolos ………….
|
13
|
|
2.4
|
Peran dan Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dalam Mengatasi Siswa yang Membolos …………………………………………...
|
14
|
|
2.5
|
Solusi …………………………………………………………….
|
17
|
|
BAB III PENUTUP
………………………………………………………..
|
18
|
||
3.1
|
Kesimpulan ………………………………………………………
|
18
|
|
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
|
19
|
BAB I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang Masalah
Kenakalan
siswa merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan
sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos atau
masuk tidak teratur. Membolos disebut kenakalan remaja karena membolos sudah
merupakan perilaku yang mencerminkan telah melanggar aturan sekolah.
Kata “BOLOS” sangat populer dikalangan pelajar atau siswa
baik di sekolah dasar atau di tingkat menengah. Dari beberapa survei,
jumlah siswa yang membolos pada jam efektif sekolah hanya sedikit
dibandingkan dari jumlah siswa yang tidak membolos, terlepas sekecil apapun
dari jumlah tersebut harus menjadi perhatian bagi institusi yang bernama
sekolah, karena apabila disikapi dengan cuek bebek, tidak tertutup kemungkinan
yang kecil akan menjadi besar dan menjelma menjadi bola salju liar yang akan
terus menggelinding hingga jumlah siswa yang membolos sekolah akan terus
meningkat.
Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru
lagi bagi banyak pelajar. Setidaknya bagi mereka yang pernah mengenyam
pendidikan. Hal ini disebabkan kerena perilaku membolos itu sendiri telah ada
sejak dulu.
Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas
kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah.
Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas - jelas akan mencoreng
lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota - kota besar saja siswa
yang terlihat sering membolos, bahkan sekolah yang letaknya di daerah - daerah
pun prilaku membolos sudah menjadi kegemaran.
Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya di sekolah -
sekolah tertentu saja tetapi banyak sekolah mengalami hal yang sama. Hal ini
disebabkan oleh faktor - faktor internal dan faktor - faktor eksternal dari
anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan
membolos adalah mata pelajaran yang tidak diminati atau tidak disenangi. .
Tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran
yang sifatnya 'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di sekolah.
Mereka yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos,
walaupun secara tidak langsung hal seperti ini sebenarnya bukan merupakan
suatu jawaban yang baik. Hal ini dapat dibuktikan bahwa siswa yang suka
membolos seringkali menjadi ikut serta terlibat pada hal - hal yang cenderung
merugikan.
Betapa seriusnya perilaku membolos ini perlu mendapat
perhatian penuh dari berbagai pihak. Bukan saja hanya perhatian yang berasal
dari pihak sekolah, melainkan juga perhatian yang berasal dari orang tua, teman
maupun pemerintah. Perilaku membolos sangat merugikan dan bahkan bisa saja
menjadi sumber masalah baru. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan berlalu,
maka yang bertanggung jawab atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri
melainkan dari pihak sekolah ataupun guru yang menjadi orang tua di sekolah
juga akan ikut menangungnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini ialah :
1.
Apa pengertian dari
membolos ?
2.
Apa saja faktor - faktor
yang menjadi penyebab siswa membolos ?
3.
Apakah akibat yang akan
ditimbulkan oleh siswa yang suka membolos ?
4.
Bagaimana mengatasi siswa
yang suka membolos ?
1.3
Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas,
maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1 . Untuk
menjelaskan pengertian dari membolos.
2. Untuk
mengetahui apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos.
3. Untuk
mengetahui dampak atau akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka
membolos.
4. Untuk mengetahui bagaimana
mengatasi siswa yang suka membolos.
5.
Untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Profesi Pendidikan.
I.4
Manfaat Penulisan
a.
Bagi Penulis
Manfaat yang bisa diambil bagi penulis setelah menyelesaikan pembuatan makalah
ini, penulis sekarang menjadi lebih tahu bagaimana mengatasi kasus perilaku
membolos pada pelajar/siswa.
b.
Bagi Pembaca
Bagi pembaca, makalah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah ilmu
pengetahuan mengenai bagaimana mengatasi
kasus perilaku membolos pada pelajar/siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah - sekolah saat ini. Ketidakhadiran yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang disebabkan karena alasan yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika ketidakhadiran siswa dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam artian masih bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu masih bisa diterima. Tetapi jika alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir atau tidak masuk sekolah, hal ini perlu penanganan serius. Sebab, cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk baik untuk siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekolahnya.
Pergi ke sekolah bagi siswa merupakan suatu hak sekaligus kewajiban
sebagai sarana mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang
lebih baik. Sayang, kenyataannya banyak
siswa yang enggan melakukannya
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Banyak yang akhirnya membolos.
Perilaku yang dikenal dengan istilah truancy ini dilakukan
dengan cara, siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan berseragam,
tetapi mereka tidak berada di sekolah. Salah satu penyebabnya terkait dengan
masalah kenakalan siswa secara umum. Perilaku tersebut tergolong perilaku yang
tidak adaptif sehingga harus ditangani secara serius. Penanganan dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab munculnya perilaku
membolos tersebut.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak
anak - anak dengan
berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi
manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar hanya mentransfer ilmu
pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu
berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik
ataupun pihak sekolah juga turut memikirkannya serta senantiasa juga berusaha
mencarikan jalan keluar.
Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah
minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik
tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan
program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau bahkan
mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum
bukanlah satu - satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam melakukan
perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan
lebih susah ditangani. Sebab siswa yang baru menginjak masa remaja merupakan
masa - masa di saat kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah
sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan
patah. Oleh karena itu penanganannya harus hati-hati. Tindakan yang dapat
dilakukan dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit
tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui
pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari guru. Adapun
jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan mengapa
Ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman
dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing
langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah
dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat
dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya.
Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada
banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai
anak.
Jadi, kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari
luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas
program Bimbingan dan Konseling (BK) selain memberi arahan pada siswa juga
mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa merasa betah
berada di sekolah. Selain itu, pembimbing juga selalu menjalin komunikasi
dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan
menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori
ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya
yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu:
(1)
Pendekatan disiplin, dan
(2)
Pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan
ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai
salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta
sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya
berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah
bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami
gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan
utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku
yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu
pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin
yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan
siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada
upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada.
Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak
menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya
kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan
siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami
dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna
tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswa yang
sering berkelahi disekolah , sementara tata
tertib sekolah secara tegas Jika hanya mengandalkan pendekatan disiplin,
mungkin tindakan yang akan diambil sekolah adalah berusaha memanggil orang
tua/wali siswa yang bersangkutan. Jika tanpa intervensi Bimbingan dan
Konseling, maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan akan meninggalkan
sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang justru dapat semakin
memperparah keadaan. Tetapi dengan intervensi Bimbingan dan Konseling di
dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan pemikiran
positif atas masalah yang menimpa dirinya, misalnya secara sadar menerima dan
sadar bahwa berkelahi adalah perbuatan yang tidak terpuji, keinginan untuk tetap
sekolah, serta hal-hal positif lainnya.
Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih
mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan
Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi
perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus
ditangani oleh guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor). Dalam hal ini,
Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan
petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut :
1. Masalah
(kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang
tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap
awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas
dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing)
dan mengadakan kunjungan rumah.
2. Masalah
(kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan
perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena
gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas
sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru
BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional,
polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi
kasus.
3. Masalah
(kasus) berat, seperti: gangguan emosional berat, kecanduan
alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri,
perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan
kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang
sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.
Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor) di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama - sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.
2.1. Pengertian Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak
masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat, atau membolos juga dapat
dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa tanpa adanya suatu alasan yang jelas.
Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak
segera diselesaikan atau dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih
parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi
perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak
keluarga juga perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos
lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara
pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan
masalah siswa tersebut.
2.2.
Faktor - Faktor Penyebab Siswa Membolos
Penyebab siswa membolos
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor - faktor penyebab siswa
membolos dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri
siswa bisa berupa karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya
dijadikan tempat mangkal dari rutinitas - rutinitas yang membosankan di rumah.
Sementara itu, faktor
eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya kebijakan
sekolah yg tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak
profesional, fasilitas penunjang sekolah misal laboratorium dan perpustakaan
yang tidak memadai, bisa juga kurikulum yang kurang bersahabat sehingga
mempengaruhi proses belajar di sekolah.
Selain faktor
internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas, Faktor pendukung
munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
2.2.1
Faktor Keluarga
Mungkin
kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang tidak diperbolehkan
masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin hal ini
dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam
keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua orang tuanya harus pergi
bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersebut maka adiknya terpaksa
tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak masuk
sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat surat
izin kepada pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu duduk
permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi anak
tersebut ialah ia harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi
kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan
peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
Orang tua yang
tidak peduli terhadap pendidikan.
Selain itu sikap orang tua terhadap
sekolah juga memberi pengaruh yang besar pada anak. Jika orang tua menganggap
bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya membuang-buang waktu saja, atau juga
jika mereka menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak
ini akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah. Biasanya sikap orang tua
yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena mereka sendiri orang
yang kurang berpendidikan. Akibatnya penghargaan terhadap pendidikan hanya
dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja
saja mencari uang. Ironisnya mereka juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil
yang lebih besar dari kemampuan anak tersebut. Orang tua seperti ini tidak memiliki
pandangan jauh ke depan, sebagai imbasnya masa depan anaklah yang menjadi
korban.
Membeda
- bedakan anak.
Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak laki-laki
lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki - lakilah yang menjadi tumpuan
dan kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya akan kawin dan
hanya mengurusi masalah dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang
terlalu tinggi. Dalam hal ini, anak perempuan didorong untuk tidak masuk
sekolah. Mengurangi uang saku. Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku
yang banyak, namun tidak sedikit pula anak - anak yang merasa kurang percaya
diri jika uang saku mereka sedikit dibanding dengan teman-temannya. Sehingga
akibatnya pada anak tersebut ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak
terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan
siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan lain
demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut kadang orang tua
tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak membeli
akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli akan malas
untuk berangkat ke sekolah.
2.2.2
Kurangnya Kepercayaan Diri
Sering rasa kurang
percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor utama penghalang
kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa.
Meskipun begitu banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika
tidak berani atau merasa tidak mampu untuk melakukannya sama saja percuma.
Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal membuat siswa tidak
percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak
berharga, serta dicemoohsebagai akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah
diri tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak
mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran
biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk
menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah. Sementara
itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat
dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan
menambah masalah tersebut.
2.2.3.
Perasaan yang Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu
muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak
diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman
sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau ucapan. Siswa yang
ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah.
Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga
yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol
bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor
tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
2.2.4. Faktor Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya
minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan
remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
2.2.5 Faktor yang Berasal dari Sekolah
Tanpa disadari,
pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos pada remaja, karena
sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa.
Awalnya barangkali siswa membolos karena faktor personal atau permasalahan
dalam keluarganya. Kemudian masalah muncul karena sekolah tidak memberikan
tindakan yang konsisten, kadang menghukum kadang menghiraukannya.
Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada kebingungan siswa dalam berperilaku
sehingga tak jarang mereka mencoba - coba membolos lagi. Jika penyebab
banyaknya perilaku membolos adalah faktor tersebut, maka penanganan dapat
dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus
lebih jelas dengan sangsi - sangsi yang
dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi siswa
sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu
diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di
sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan individual
perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi
dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan
belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas yang ada sangat mudah
sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga
membuat frustasi.
Tugas pihak sekolah dalam membantu
menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman
bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas,
proses administratif serta informal di luar kelas.
Dalam
seting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk
perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya
berorientasi pada selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang
perilaku membolos pada siswa semakin besar karena siswa tidak merasakan
menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan merasakan manfaat
sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi minat tiap
siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana perkembangan mereka
selama dalam proses pembelajaran.
Dengan perhatian seperti itu siswa akan
terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada permasalahan,
guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik
pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan remaja
dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi
salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor
keluarga juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar dalam perilaku
membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku
membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana
yang layak melakukan intervensi.
Sekolah
merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa -
siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang
dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai
dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak dengan jelas adanya tujuan yang
sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas belajar. Jadi, suasana kelas
sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Selain itu, tujuan
pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys. Sehingga
siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
adi,
dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko
meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain
kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara
orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau
tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
2.3
Akibat yang Ditimbulkan oleh Siswa yang Membolos
Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan
mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia
membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal
ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan meskipun ia hadir, ia
tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar
- dasar dari mata pelajaran - mata pelajaran yang diperlukan untuk mengerti apa
yang diajarkan.
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa
tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh
teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala siswa tersebut sudah begitu “parah”
keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga
jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos
ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang.
Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang
lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak masuk,
secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia
harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul
manakala ia tidak memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan
berpengaruh pada nilai ulangannya.
2.4 Peran dan
Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang Suka Membolos
Bimbingan Konseling atau sering disebut
sebagai BP dahulu sering kali menjadi momok atau bahkan sesuatu yang dibenci
oleh siswa karena lebih berfungsi sebagai pengadilan siswa dari pada membimbing
siswa. Jika ada siswa yang bermasalah melanggar aturan sekolah maka langsung
dipanggil guru BP untuk dilakukan pembinaan yang cenderung ke arah penghakiman.
Paradigma itu semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa Bimbingan Konseling
tidak hanya mengurusi anak yang bermasalah melanggar aturan sekolah namun juga
harus bisa berfungsi sebagai teman bagi siswa dan pelajar hingga bisa menjadi
tempat curhat. Bimbingan konseling semestinya bisa memberikan rasa nyaman kepada
siswa dengan dapat memberikan banyak solusi terhadap masalah-masalah yang
dihadapi siswa baik stres masalah pelajaran, keluarga,pertemanan dan lain
sebagainya. Perubahan
paradigma ini diharapkan kenakalan maupun stress dikalangan siswa bisa semakin dieliminir.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak - anak
dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi
manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi
lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri.
Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik atau pihak
sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk
mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal,
harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing
dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi
siswa. Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan
sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan
tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan
program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau bahkan
mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum
bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam melakukan
perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan
lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja merupakan masa kondisi emosi yang
tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk,
jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu, penanganannya
harus hati - hati.
2.4.1
Tindakan yang dapat dilakukan
a. Dengan Mengetahui Faktor - Faktor Penyebabnya
Dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing
sedikit tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah
melalui pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari
pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan
permasalahan mengapa ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu
menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah
diperoleh, pembimbing langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman.
Memberi nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan
memarahinya. Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada
siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang
dikuasai anak. Jadi kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa.
Ada faktor dari luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh
karena itu, tugas BK selain memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan
lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa merasa betah berada di
sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu menjalin komunikasi dengan keluarga
siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
b. Menerapkan Gerakan Disiplin
Gerakan disiplin ini difokuskan untuk
memantau para pelajar yang membolos atau pergi pada waktu jam-jam sekolah.
Biasanya mereka barada di tempat keramaian atau di tempat hiburan. Pelajar yang
membolos selain merugikan dirinya sendiri juga berpotensi untuk menimbulkan
keresahan di masyarakat karena biasanya pelajar yang suko membolos mempunyai
tingkat kenakalan yang tinggi dan justru sering medekati kriminal seperti
pengompasan pelajar yang lebih kecil atau dibawahnya sampai dengan tawuran dan
pesta miras. Sex bebas di kalangan pelajar juga muncul dari fenomena bolos
sekolah dimana orang tua sering kali tidak di rumah karena harus bekerja
dimanfaatkan untuk berbuat negatif. Fenomena bolos sekolah ini sebenarnya tidak
bisa dianggap remeh karena dari sinilah banyak hal tentang kerusakan moral
pelajar dimulai. Oleh karena itu perlu tindakan tegas dari para aparat Satpol
PP untuk sering melakukan operasi agar menjadi sebuah shock therapy yang
mempunyai efek jera bagi para pembolos dan juga ketegasan dari pihak sekolah
untuk mencegah siswanya bolos sekolah. Kalaupun siswa harus keluar sekolah pada
jam sekolah haruslah seijin sekolah dengan menggunakan surat ijin.
c. Sosialisasi
Kepada Pengelola Hiburan
Pihak Dinas Pendidikan dibantu oleh
Kesbanglinmas dan Satpol PP serta berkoordinasi dengan Kepolisian harus terus
mensosialisasikan kepada para pengelola hiburan seperti Play Station untuk
tidak menerima konsumen Pelajar pada jam sekolah. Kebanyakan pelajar yang bolos
sekolah ”bersembunyi” di sana. Setelah sosialisasi dirasa cukup mungkin dengan
penempelan stiker atau poster tentang larangan pelajar bermain di waktu jam
sekolah maka ditingkatkan menjadi taraf pemantauan. Jika dari pihak pengelola
masih membiarkan para pelajar bolos bermain di situ maka dapat diberi
peringatan ,jika peringatan tidak diindahkan maka bisa dilakukan penyegelan
sementara atau bahkan penutupan paksa disesuaikan dengan aturan yang berlaku.
Sesungguhnya
yang paling dominan dalam mempengaruhi siswa membolos adalah keberadaan guru.
Guru yang ideal harus berfungsi sebagai,Designer of Instruction. Sebagai
Designer, guru harus mampu membuat pembelajaran menarik dan tidak membosankan,
tapi seperti yang telah kita ketahui banyak guru yang tidak mampu sebagai
peracik bahan - bahan pengajaran yang kemudian dikemas dan di sajikan menarik
kepada siswa, sehingga pada gilirannya siswa merasa jenuh di kelas.
Dan tidak kalah pentingnya guru ideal adalah guru yang mampu menempatkan
dirinya sebagai Evaluator of Instruction, guru diharapkan sebagai penilai hasil
ujian siswa dengan mengedepankan kejujuran, transparansi dalam menilai siswanya.
Tapi banyak sekali guru dengan kesibukannya mencari tambahan ekonomi keluarga,
melakukan penilaian dengan cara “ngaji (mengarang biji)” nilai siswa dikarang
karena tidak punya waktu banyak untuk menilai satu persatu siswanya. Hal inilah
bisa sebagai pemicu siswa membolos.
SOLUSI
1. Guru melakukan pendekatan persuasif dan edukatif
kepada siswa, memposisikan siswa sebagai teman bicara dan bukan sebagai
terdakwa
2. Guru memberikan teladan yang baik
kepada siswa, jangan sampai siswa terlambat dihukum sedangkan guru yang sering
terlambat dibiarkan saja.
3. Guru selalu berkreasi, berinovasi agar
suasana kelas tercipta ceria menyenangkan dan hidup.
4. Guru hendaknya merefleksi dan mengevaluasi diri
apakah siswa dapat menerima dan memahami yang telah diajarkan guru.
5. Guru harus memberikan penilaian kepada siswa
dengan adil, transparan, jujur dan tidak merekayasa.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ø
Bimbingan merupakan
a) Suatu proses yang
berlesinambungan.
b) Suatu proses membantu individ.
c)
Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang
bersangkutan
dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya
secara
optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya.
d) Kegiatan yang bertujuan utama
memberikan bantuan agar individu
dapat
memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya.
Untuk melaksanakan bimbingan tersebut
diperlukan petugas yang telah memiliki keahlian dan
pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
Istilah konseling (counseling)
diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam kegiatan bimbingan
menurut beberapa ahli kurang tepat. Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling
karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan
- kegiatan penyuluhan lain seperti penyuluhan dalam bidang pertanian dan
penyuluhan dalam keluarga berencana.
Pelayanan konseling menuntut keahlian
khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat memberikan bimbingan mampu
memberikan jenis layanan konseling ini.
Ø
Membolos merupakan salah
satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian yang serius.
Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan, tetapi usaha untuk
meminimalisir tetap ada.
Ø
Faktor - faktor yang
menjadi penyebab siswa membolos terbagi menjadi dua golongan, yaitu faktor
internal dan eksternal. Selain itu, faktor – faktor lain yang menjadi penyebab
siswa membolos lainnya, meliputi : faktor keluarga, faktor kurangnya
kepercayaan diri, perasaan yang termarginalkan, faktor personal serta faktor
yang berasal dari sekolah.
Ø
Akibat yang ditimbulkan
oleh siswa yang membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Selain
mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi
atau perasaan tersisihkan oleh teman - temannya.
Ø
Peran program Bimbingan
dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka membolos, yakni dengan
mengetahui faktor - faktor penyebab siswa membolos, menerapkan gerakan disiplin
serta sosialisasi kepada pengelola hiburan.
Ø
Melalui program BK, pihak sekolah berupaya
mencari solusi bagi mereka yang suka membolos. Karena membolos terkait berbagai
faktor, maka dalam penyelesaiannya tidaklah mudah. Oleh karena itu pihak
sekolah juga mengikutsertakan orang tua.
Ø
Dengan adanya kerjasama
yang baik antara pihak sekolah (dalam hal ini BK) dan orang tua siswa,
permasalah membolos siswa diharapkan dapat diselesaikan sehingga tidak menjalar
kepada siswa lainnya.
3.2
Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui tentang
cara menanggulangi Perilaku siswa yang suka membolos yang kerap dilakukan para siswa
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
2.
Sumber : http://depdiknas.go.id, Editorial Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 36. Diunggah tanggal 4 Juni 2012
Thanks, sangat membantu sekali
BalasHapusthanks, sangat membantu sekali
BalasHapusinspirasi yg bagus :)
BalasHapusterimakasih....^_^
BalasHapusmakasih, ngebantu banget.... keren !!
BalasHapusthanks,
BalasHapusTerima kasih. Artikelnya sangat membantu. Saya akan coba terapkan untuk anak saya. Semoga bisa berhasil.
BalasHapusthanks ya sangat membantu kami
BalasHapussama2
Hapussangat membantu sekali makasih
BalasHapusterima kasih artikelnya sangat membantu, kebetulan kami juga bergerak di bidang pengembangan aplikasi khususnya untuk absensi sekolah berbasis sms gateway terhubung langsung dengan HP orang tua, cocok juga untuk absensi pegawai kantor, untuk lebih jelasnya silahkan hubungi website kami www.schoolmantic.com
BalasHapus
BalasHapus365SBOBET Situs Agen Sbobet, Agen Bola Terpercaya di Indonesia
365sbobet adalah Agen SBOBET Terpercaya Indonesia, Situs Agen Bola Resmi Online Casino Terbaik Official Partner kami adalah Barcelona dan Liverpool.
365Sbobet
Agen Sbobet
Agen Sbobet Online
Agen Sbobet Terpercaya
Agen Sbobet Indonesia
Agen Sbobet Asia
Agen Sbobet Resmi
Agen Sbobet Mobile
Daftar Agen Sbobet
Situs Agen Sbobet
Website Agen Sbobet
Link ALternatif Agen Sbobet
Bonus Agen Sbobet
Sbobet
Sbobet Online
Sbobet Terpercaya
Sbobet Indonesia
Sbobet Asia
Sbobet Resmi
Sbobet Mobile
Daftar Sbobet
Situs Sbobet
Website Sbobet
Link ALternatif Sbobet
Bonus SbobetAgen Bola
Agen Bola Online
Agen Bola Terpercaya
Agen Bola Indonesia
Agen Bola Asia,
Agen Bola Resmi
Agen Bola Mobile
Daftar Agen Bola
Situs Agen Bola
Website Agen Bola
Link ALternatif Agen Bola
Bonus Agen Bola
Agen Slot
Main Slot
Situs Sbobet
Situs Slot
Slot
Slot Online
Slot Terbaik
Website Slot